ekonomi indonesia-Rupiah loyo, politikus DPR ramai-ramai serang BI

Pergerakan nilai tukar mata uang Indonesia terus mengkhawatirkan. Indonesia seperti tak berdaya menghadapi guncangan ekonomi global.


Data Bloomberg index mencatat, perdagangan kemarin, Selasa (29/9), nilai tukar Rupiah sempat menyentuh titik terendah di level Rp 14.818 per USD pada pukul 11.20 WIB. Padahal, pagi itu rupiah dibuka hanya Rp 14.727 per USD.


Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar berdampak juga pada sentimen negatif pada pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap melemahnya rupiah.


Beberapa politikus Senayan menuding justru Bank Indonesia (BI) tidak bisa bekerja dengan baik dalam mengendalikan rupiah terhadap dolar.


Anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun misalnya, dia menuding BI gagal membuat rupiah menguat. Saat rapat dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Gubernur BI Agus Martowardojo, dan Menteri Bappenas Sofyan Djalil pekan lalu, Misbakhun terang-terangan mengkritik BI.


"Soal nilai tukar ini, saya tak melihat upaya Anda (BI) yang sungguh-sungguh dan luar biasa. BI bilang akan hadir di pasar dan mengintervensi. Kehadirannya di mana? Buktinya rupiah masih 14.500 terhadap USD. Anda masih berikan angka patokan Rp 13.200 per-USD untuk asumsi makro RAPBN 2016. Sementara sekarang saja Rp 14.500. Yang benar saja," tegas Misbakhun.


Karena itu dia meminta agar Komisi XI DPR secara tegas memasukkan kesimpulan rapat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Bank Indonesia. Baginya, BI mengada-ada bila menolak diaudit dengan alasan takut strategi diketahui orang luar dan mengganggu independensi.


"Begitu rupiah jatuh, yang dimaki-maki Presiden. Jangan sembunyi atas nama independensi," kata Misbakhun.


Tak hanya Misbakhun dari Golkar, Fraksi PDIP juga mendesak pimpinan DPR untuk mengadakan pertemuan dan melakukan konsultasi dengan BPK untuk melakukan audit kinerja dan memeriksa dengan tujuan tertentu terhadap BI.


"Kami mendesak pimpinan DPR untuk segera melakukan pertemuan dengan BPK untuk melakukan audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu terhadap BI," ujar anggota Komisi XI, Hendrawan Supratikno, Selasa (29/9) kemarin.


Tujuan audit tersebut untuk melihat kinerja dan efektivitas manajemen pengelolaan nilai tukar rupiah di pasar valuta.


Dia menambahkan, pelemahan rupiah terhadap dolar disebabkan 4 faktor yakni, antisipasi investor atas rencana kebaikan suku bunga AS (sebagai imbas  normalisasi kebijakan moneter di AS), quantitative easing di Eropa (ECB), ketidakjelasan penyelesaian krisis utang Yunani dan devaluasi Yuan yang kemungkinan diikuti oleh negara lain (competitive devaluation yang bisa mengarah pada perang mata uang).


"Sementara pada saat yang sama, harga komoditas ekspor utama Indonesia mengalami pelemahan berlanjut dan beban pembayaran utang dalam dolar terus meningkat. Dalam kondisi ini, berkali-kali antisipasi BI meleset," tegas dia.


Sebagai pemegang otoritas moneter Indonesia, BI disarankan agar secara tegas dan antisipatif dalam menjaga nilai tukar rupiah dan memberi bobot lebih terhadap penguatan kurs nilai tukar dalam bauran kebijakan moneter BI. Sebab wilayah kebijakan BI sebagaimana diketahui melingkupi empat hal yang dikelola yaitu, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, kurs rupiah dan cadangan devisa.


"Jangan sampai terjadi kurang efektifnya pengelolaan nilai tukar yang dilakukan BI membawa dampak yang buruk terhadap kinerja perekonomian nasional dan kinerja Pemerintah secara keseluruhan dengan akibat-akibatnya yang merugikan masyarakat," ujar Ketua DPP PDIP bidang ekonomi ini.